Sayap-Sayap Patah
--
Judulnya pasti tidak asing di telinga kalian, Sayap-Sayap Patah adalah novel karangan Kahlil Gibran, menceritakan kisah cinta fiksinya (Gibran) dengan Selma Karamy. Tidak, aku tidak akan menceritakan kisah nya yang sangat pilu disini. Malah tadi pagi aku baru saja khatam untuk yang ke-empat kalinya. Selalu ada kalimat indah baru karangan Gibran yang membuatku terpikat, berimajinasi, dan mengagumi kepintarannya merangkai kata. Sungguh, aku salah satu penggemarnya.
Ini pukul 12.47, dan aku masih terjaga di sofa kamar belajarku. Sudah kenyang soal matematika, tapi aku masih lapar bercerita. Aku harap kalian tidak bosan ya dengan apa yang akan aku tulis pagi ini…
Baru saja buku catatan rampung ku tutup, aku hendak meletakkan pena, mengevaluasi apa saja yang aku tulis hari ini. Tulisan ku yang ini nampak tidak beraturan, seperti tergesa-gesa, kertasnya beda dari yang lain, 2 halaman dengan tinta yang hampir luntur, Sayap-Sayap Patah judulnya.
Apakah cinta datang pada saat kita tertidur, dan pada saat kita terbangun ia pun marah lalu menghukum kita? Atau kita sendiri yang mengubah angin malam sepoi-sepoi menjadi angin ribut yang mengoyak diri hingga berkeping-keping dan meniup kita bagai debu ke dasar lembah?
Aku tidak melanggar perintah apapun, tidak juga mencicipi buah terlarang, lalu kenapa aku dipaksa untuk meninggalkan surga, tempat damai, dan segala nikmat murni yang terwujud pada lahir dan batinmu?
Dan sekarang, kasihku, apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku dapat berpisah darimu? Kapan aku bisa menjumpaimu kembali? Aku tidak sesabar Adam dalam kisah pencarian Hawa-nya, bagaimana mungkin aku menganggapmu sebagai tamu yang datang malam-malam dan meninggalkanku pagi-pagi?
Haruskah aku menganggap rasaku padamu sebagai impian yang datang saat aku tertidur lelap dan hilang saat aku terbangun?
Ya Tuhan,
Bagaimana mungkin aku bisa meminta kekasihku bersabar, apabila aku sendiri membutuhkan kesabaran itu?Bisakah aku yang lapar ini, memberikan makananku kepada kekasihku yang sama laparnya denganku? Bagaimana mungkin aku memberinya obat untuk dia yang sama sakitnya denganku?
Kasihku, kehilangan kali ini berbeda, kehilangan seutas jiwa murni yang memberi berkat sepanjang siang dan malam.
Bagaimana mungkin sebuah hati yang hancur, menemukan hiburan pada jiwa yang terlunta? pun burung-burung tidak akan pernah terbang dengan sayap-sayap patah.
Bagaimana? Bisakah?